Rabu, 13 Maret 2013

Teori-teori tentang Kejahatan dari Perspektif Sosiologis dan ilmu lainya


Teori-teori tentang Kejahatan dari Perspektif Sosiologis

Teori-teori sosiologis mencari alasan-alasan perbedaan dalam hal angka kejahatan di dalam lingkungan sosial. Teori-teori ini dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori umum, yaitu: strain, cultural deviance (penyimpangan budaya), dan sosial control (kontrol sosial). (Topo Santoso, Eva Achjani S 2001:55).
Perspektif strain dan penyimpangan budaya, terbentuk antara 1925 dan 1940. Teori-teori strain dan penyimpangan budaya memusatkan perhatian pada kekuatan-kekuatan sosial (sosial forces) yangmenyebabkan orang melakukan aktivitas kriminal. Sebaliknya, teori kontrol sosial mempunyai pendekatan berbeda: teori ini berdasarkan satu asumsi bahwa motivasi melakukan kejahatan merupakan bagian dari umat manusia. Sebagai konsekuensinya, teori kontrol sosial mencoba menemukan jawaban mengapa orang tidak melakukan kejahatan. Teori-teori kontrol sosial mengkaji kemampuan kelompok-kelompok dan lembaga-lembaga sosial membuat aturan-aturannya efektif.
a)      Teori Strain
Menurut Durkheim satu cara dalam mempelajari masyarakat adalah melihat pada bagian-bagian komponennya dalam usaha mengetahui bagaimana masing-masing berhubungan satu sama lain. Dengan kata lain, jika masyarakat itu stabil, bagian-bagiannya beroperasi secara lancar susunan-susunan sosial berfungsi. Maka masyarakat seperti itu ditandai oleh keterpaduan, kerjasama, dan kesepakatan. Namun, jika bagian-bagian komponennya tertata dalam keadaan yang membahayakan keteraturan/ketertiban sosial, susunan masyarakat itu dysfunctional (tidak berfungsi). Dalam konteks inilah Durkheim memperkenalkan istilah anomie (hancurnya keteraturan sosial sebagai akibat hilangnya patokan-patokan dan nilai-nilai). (Topo S & Eva A. S, 2001:56-57)   
b)    Teori Penyimpangan Budaya (cultural deviance theories)
Teori ini memandang kejahatan sebagai seperangkat nilai-nilai yang khas pada lower class (kelas bawah). Tiga teori utama dari cultural deviance theories adalah sebagai berikut:
1.    Theory Sosial Disorganization
Teori ini memfokuskan diri pada perkembangan area-area yang angka kejahatannya tinggi yang berkaitan dengan disintegrasi nilai-nilai konvensional yang disebabkan oleh industrialisasi yang cepat, peningkatan imigrasi, dan urbanisasi. (Topo S & Eva A. S, 2001:65).   
2.    Theory Differential Association
Teori ini berpendapat bahwa orang belajar melakukan kejahatan sebagai akibat hubungan dengan nilai-nilai dan sikap-sikap anti sosial, serta pola-pola tingkah laku . (Topo S & Eva A. S, 2001:66)    
3.    Theory Culture Conflict
Teori ini menegaskan bahwa kelompok-kelompok yang berlainan belajar conduct norms (aturan-aturan yang mengatur tingklah laku) yang berbeda, dan bahwa conduct norms dari suatu kelompok mungkin berbenturan dengan aturan-aturan konvensional kelas menengah. (Topo Santoso, Eva Achjani S, 2001:66)
Ketiga teori diatas sepakat bahwa penjahat dan delinquent pada kenyataannya menyesuaikan diri bukan pada nilai konvensional melainkan pada norma-norma yang menyimpang dari nilai-nilai kelompok dominan.
c)        Teori Kontrol Sosial
Menurut teori ini penyimpangan merupakan hasil dari kekosongan kontrol atau pengendalian sosial. Teori ini dibangun atas dasar pandangan bahwa setiap manusia cenderung untuk tidak patuh pada hukum. Oleh  karena itu, para ahli teori ini menilai perilaku menyimpang adalah konsekuensi logis dari kegagalan seseorang untuk mentaati hukum.
B.3 Teori-teori tentang Kejahatan dari Perspektif lainnya
Teori-teori dari perspektif lainnya ini merupakan suatu alternatif penjelasan terhadap kejahatan. Para penganut teori menjelaskan kejahatan dengan melihat kepada sifat-sifat pelaku atau kepada sosial. Mereka justru berusaha menunjukkan bahwa orang menjadi  bukan karena cacat/kekurangan internal tetapaiu karena apa yang dilakukan oleh orang-orangyang berada dalam kekuasaan, khususnya mereka yang berada dalam sistem peradilan pidana. Berikut beberapa teori dari perspektif lain tentang kejahatan:
1.      Teori Sosialis
            Teori ini mengatakan bahwa  penyimpangan sebagai hasil dari proses belajar. Menurut Sutherland penyimpangan adalah konsekuensi dari kemahiran dan penguasaan atas sikap atau tindakan yang dipelajari dari norma-norma yang menyimpang, terutama dari subkultural atau berada di lingkungan yang menyimpang.
Dan teori Asosiasi diferensial dapat diterapkan untuk menganalisis:
v  Organisasi sosial atau subkultur
v  Penyimpangan perilaku di tingakat individual
v  Perbedaan norma-norma yang menyimpang ataupun yang tidak,  terutama pada kelompok atau asosiasi berbeda.
2.      Teori Labelling
            Teori Labelling menjelaskan penyimpangan terjadi ketika itu sudah samapai pada tahap penyimpangan sekunder. Dalam penjelasannya teori ini menggunakan pendekatan interaksionalisme yang tertarik pada konsekuensi-konsekuensi dari interaksi antara si penyimpang dan masyarakat biasa. Teori ini menekankan pada pentingnya defenisi-defenisi sosial dan sanksi-sanksi sosial negative yang dihubungkan dengan tekanan-tekanan individu untuk masuk dalam tindakan yang lebih menyimpang. (Topo Santoso, Eva Achjani S, 2001:96).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar