Pengertian
Psikotropika dan Jenis-jenisnya
C.1 Pengertian
Psikotropika
Psikotropika
adalah obat yang bekerja pada atau mempengaruhi fungsi psikis, kelakuan atau
pengalaman (WHO,1966). Obat
psikotropika memiliki efek yang sangat luas. Istilah psikotropika mulai banyak
di pergunakan pada Tahun 1971.
Menurut Hidayat sastrowardoyo (Hari Sasangka 2003:34) didalam farmakologi,
obat-obat psikotropika digolongkan:
a. Obat-obat
yang menekan fungsi-fungsi psikis tertentu disusunan syaraf pusat (SSP).
1. Obat
golongan neuroleptika
Disebut juga obat
antipsikotika adalah obat-obat yang menekan fungsi-fungsi psikis tertentu,tanpa
menekan fungsi- fungsi umum seperti berfikir dan berkelakuan normal. Obat-obat
ini dapat meredakan emosi dan agresi, dapat pula menghilangkan atau mengurangi
gangguan jiwa seperti tipuan-tipuan dan pikiran-pikiran khayal (halusinasi)
serta menormalisasi kelakuan-kelakuan yang tidak normal.
2. Obat
yang tergolong transquilizer
Adalah obat-obat
penenang yang berkhasiat selektif terhadap terutama bagian otak yang menguasai
emosi-emosi kita, yakni sistim limbis.
b. Obat-obat
yang menstimulir (merangsang) fungsi-fungsi tertentu disusunan syaraf pusat
(SSP).
1. Obat
golongan anti depresiva
Adalah obat-obat yang
dapat memperbaiki suasana jiwa (“mood”) dan dapat menghilangkan
atau meringankan gejala-gejala murung,yang disebabkan oleh kesulitan-kesulitan
sosial,ekonomi,obat atau penyakit.
2. Obat
golongan psikostimulansia
Obat-obat ini
berkhasiat mempertinggi inisiatif, kewaspadaan serta prestasi fisik dan
mental,rasa letih dan kantuk ditangguhkan.suasana jiwa dipengaruhi silih
berganti, sering kali terjadi euhporia (rasa nyaman),tak jarang disforia (rasa
tak nyaman) bahkan depresi tak layak digunakan sebagai anti depresivum.Termasuk
kelompok ini adalah amfetamin-amfetamin,metilvanidad,fenkamin dan juga kofein
(lemah).
Menurut
Sardjono. O. Santoso dan Metta Sinta
Sari Wiria, (Hari Sasangka 2003:68), pembagian psikotropika yang lain
adalah:
c. Obat
anti psikosis (minor transquilizer,
neuroleptik);
d. Obat
anti antiensietas / anti kecemasan (minor
transquilizer, antineurosis);
e. Obat
anti depresi;
f. Obat
psikotogenik, yaitu obat yang dapat menimbulkan kelainan tingkah laku, disertai
halusinasi, ilusi, gangguan cara berfikir dan perubahan alam perasaan. Obat ini
kadang-kadang disebut obat halusinogen.
Pasal
3 UU No.5 Tahun 1997, disebutkan lebih lanjut, bahwa tujuan pengaturan
Psikotropika adalah:
1.
Menjamin ketersediaan psikotropika guna kepentingan pelayanan kesehatan dan
ilmu pengetahuan;
2. Mencegah terjadinya penyalahgunaan psikotropika;
3. Memberantas
peredaran gelap psikotropika.
Pasal 1 angka 1 UU No.5 tahun
1997 pengertian psokotropika terdapat
dalam Bab 1 Ketentuan Umum ,bahwa : Psikotropika adalah zat atau obat, baik
alamiah maupun sintesis bukan narkotika, yang berkasiat psikoaktif melalui
pengaruh selektif pada susunan syaraf pusat yang menyebabkan perubahan khas
pada aktivitas mental dan perilaku.
C.2 Jenis-jenis Psikotropika
1. STIMULAN
Dalam Farmakologi menurut M. Ridha Ma’roef (1976:45) bahwa “Golongan
stimulansia adalah obat-obat yang
mengandung zat-zat yang merangsang terhadap otak dan syaraf, obat-obat tersebut
digunakan untuk daya konsentrasi dan aktivitas mental dan fisik”.
Adapun obat-obatan yang termasuk
stimulan antara lain sebagai berikut :
a. Amphetamine
(Amfetamin)
Menurut M. Ridha Ma’roef (1976 : 46) Bahwa “Amfetamin ditemukan oleh OGATO dari jepang pada tahun
1919. Amfetamin pertama kali di gunakan sebagai obat asma, yang pada waktu iu
untuk menggantikan Ephedrine”.
Lanjut menurut M. Ridha Ma’roef (1976: 46) bahwa Kegunaan
amfetamin dalam medis adalah :
1.
Untuk gangguan pemusatan perhatian / hipersensitivitas pada anak.
2.
Untuk gangguan depresi
3.
Untuk menghilangkan rasa lelah
4.
Untuk mencegah serta menghilangkan rasa shock pembedahan
5.
Untuk mengurangi nafsu makan.
Karena amfetamin mempunyai efek samping yang
tidak menguntungkan seperti: memperbanyak suasana jiwa bahkan depresi setelah
pemakaian dan bersifat adiktif (membuat ketergangtungan), maka penggunaan
sebagai anti depresi tidak di anjurkan.
b.
Ecstacy
Ecstacy
merupakan salah satu jenis psikotropika yang bekerja sebagai perangsang. Zat
tersebut banyak disalah gunakan di Indonesia terutama oleh kelompok remaja dan
kalangan eksekutif.
Menurut
M. Ridha Ma’roef (1976 : 49) bahwa : Ecstacy berbentuk
tablet, kapsul atau serbuk. Dalam penggunaannya bisa diminum dengan air atau
dihirup lewat hidung. Setelah 40 menit setelah ditelan, obat ini langsung
menyerang susunan syaraf pusat (SSP), yang menyebabkan perubahan pada aktivitas
mental dan perilaku. Ecstacy membuat pemakai merasa percaya diri, riang, dan
merasa gembira. Karena ecstacy dibuat dengan bahan dasar amfetamin, maka efek
dan akibat yang ditimbulkan juga mirip dengan amfetamin.
c. Shabu
Nama shabu adalah nama julukan
terhadap zat Metamfetamin, yang mempunyai sifat stimulansia (peransang) SPP
yang lebih kuat dibanding turunan. Nama shabu adalah nama julukan terhadap zat
Metamfetamin, yang mempunyai sifat stimulansia (peransang) SPP yang lebih kuat
dibanding turunan Amfetamin yang lain. Penyebaran shabu yang marak Karena obat
ini bisa dibuat dengan mudah di laboratorium-laboratorium illegal dari
bahan-bahan yang relative murah.
Cara penggunaan shabu adalah:
Karena shabu mudah hancur pada suhu tertentu, sehingga cara pemakaiannya sering
diuapkan atau dihisap. Pemakaian yang unik, yakni dibakar di atas kertas timah
dan dihisap melalui alat yang disebut “Bong”. Cara lain dengan dirokok sebagai
campuran tembakau, suntikan atau dihirup melalui hidung. Dengan cara ini, zat
akan diserap di paru-paru dan efek yang ingin dicapai (high) akan bertahan lebih lama.
Di samping efek yang menyenangkan
menurut M. Ridha Ma’roef (1976 : 52) bahwa
pemakaian shabu sering menyebabkan
pemakai :
a. Bertindak
agresif, kasar dan menyerang;
b. Cemas,
depresi, bingung dan sulit tidur;
c. Lama
tidurnya, kerap jungkir balik, semalaman tidak tidur, siang baru tidur;
d. Paranoid
atau kecurigaan yang tidak berdasar.
Lanjut
menurut M. Ridha Ma’roef (1976 : 52) Dalam
jangka panjang penggunaan shabu akan menimbulkan :
a. Gangguan
serius pada kejiwaan dan mental;
b. Jantung
(denyut jantung tidak teratur);
c. Pembuluh
darah rusak.
2.
DEPRESIVA
Menurut M. Ridha Ma’roef (1976: 56) bahwa “depresiva adalah
obat-obatan yang bekerja mempengaruhi otak dan SPP yang didalam pemakaiannya
dapat menyebabkan timbulnya depresi pada si pemakai”.
Efek yang dicari dalam penggunaan depresiva
adalah rasa susah hilang, ada rasa tenang dan nyaman yang kemudian mungkin
membuat seseorang tidur. Di dalam medis menurut M. Ridha Ma’roef (1976: 56) biasanya obat-obat
depresiva dipergunakan untuk:
1.
Membuat tenang pasien,
karena mengurangi rasa cemas (gelisah) dan meredakan ketegangan emosi dan jiwa;
2.
Membantu pasien untuk
memudahkan tidur;
3.
Membantu dalam proses
penyembuhan darah tinggi;
4.
Pengobatan pasien dalam
kasus epilepsy (ayan).
Adapun obat-obatan yang biasa
dilihat dan termasuk jenis depresiva adalah sebagai berikut:
a.
Barbitura
Menurut
M. Ridha Ma’roef (1976 : 56) bahwa
Barbitura Berfungsi
menekan/depresi terhadap SSP, semua tingkat depresi dapat dicapai, mulai dari
sedasi (meredakan), hypnosis (menidurkan), berbagai tingkat anaestesi (membuat
tidak sadar), koma (pingsan) sampai kematian.
Lebih lanjut Menurut M. Ridha Ma’roef (1976
: 57) Penggunaan barbitura dalam medis untuk :
1) Sebagai
obat tidur;
2) Untuk
menenangkan;
3) Untuk
pengobatan penyakit epylepsi (ayan).
b.
Benzodiazepin
Menurut
Widayat Sastrowardoyo, (Hari
Sasangka 2003 :86) mengemukakan bahwa sebagian besar Benzodiazepin yang ada
dipasaran dimanfaatkan khasiatnya, sehubungan dengan kemampuan mendepresi SSP.
Secara
umum benzodiasepin di dalam medis (Hari Sasangka 2003: 86) dipergunakan untuk:
1) Pelemas
otot
2) Mengobati
insomnia (sulit tidur)
3) Mencegah
kecemasa, yakni pengurangan terhadap rangsangan emosi.
3. HALUSINOGEN
Menurut
Widayat Sastrowardoyo, (Hari
Sasangka 2003: 86) bahwa: Halusinogen adalah obat-obatan yang dapat menimbulkan
daya khayal (halusinasi) yang kuat, yang menyebabkan salah persepsi tentang
lingkungan dan dirinya baik yang berkaitan dengan pendengaran, penglihatan
maupun perasaan”. Dengan kata lain obat-obat jenis halusinogen memutarbalikan
daya tangkap kenyataan obyektif.
Menurut Widayat Sastrowardoyo, (Hari Sasangka 2003 :87) efek-efek setelah
pemakaian halusinogen adalah :
1) Rasa
khwatir yang kuat
2) Gelisah
dan tidak bisa tidur
3) Biji
mata yang membesar
4) Suhu
badan yang meningkat
5) Tekanan
darah yang meningkat
6) Gangguan
jiwa berat
Setelah pemakaian, seseorang akan
merasa tenang dan damai dalam dalam sesaat sesudah itu menjadi murung,
ketakutan atau gembira berlebihan.
Psikotropika termasuk zat adiktif
dalam arti zat tersebut dapat menimbulkan adikasi yaitu ketagihan atau
ketergantungan yang semakin lama tanpa disadari akan selalu meningkat takaran
atau dosisnya mungkin sampai pada tingkat dosis keracunan, yang dapat
menyebabkan kematian. Zat ini memiliki empat sifat utama, yaitu:
1.
keinginan yang tak
tertahankan terhadap zat yang dimaksud dan kalau perlu dengan jalan apapun
untuk memperolehnya
2.
ketergantungan untuk
menambah takaran sesuai dengan toleransi tubuh
3.
apabila pemakaian zat
tersebut dihentikan akan menimbulkan kecemasan, kegelisahan, depresi, dan
gejala psikis negatif lain pada pemakai
4.
apabila pemakaian zat
ini dihentikan, akan menimbulkan gejala fisik yang dinamakan gejala putus zat.
(Sulchan, 1999:39)
Karena dampak seperti di atas maka
penggunaan psikotropika harus di bawah pengawasan dokter secara ketat. Akibat
yang ditimbulkan bagi para penyalahguna psikotropika yang sudah ketagihan
antara lain:
a. Secara
fisik
Rusaknya organ-organ tubuh seperti
sel-sel saraf otak, jantung, ginjal, lever, menyebabkan stroke, mudah tertular
virus HIV, pendarahan otak, sex bebas, dan bahkan mengarah pada kematian.
b. Secara
psikis dan tingkah laku
Daya ingat dan daya pikir menurun, emosi
tidak stabil, malas, sukar tidur, suka bohong, suka mencuri, lamban, masa
bodoh, konsentrasi menurun.
c. Terhadap
masa depan
Drop out, keluar dari pekerjaan, dia
akan bersifat apatis, yakni sudah tidak ada perhatian terhadap diri,
lingkungan, apalagi masa depannya.
d. Secara
materiil
Pecandu psikotropika harus mengeluarkan
uang minimal Rp. 60.000/ hari untuk membeli barang haram tersebut, menjual
habis barang- barangnya dan untuk memenuhi tuntutan jasmani maupun kebutuhan
akhirnya terlibat ke dalam jaringan peredarannya. (Sulchan, 1999:23)
Kesimpulannya efek samping yang
ditimbulkan oleh para penyalahguna psikotropika secara fisik akan membahayakan
jiwa. Sedangkan efek lainnya adalah selain penghancuran secara fisik, tetapi
juga menimbulkan penghancuran ekonomi, budaya, bahkan kelangsungan masa depan
sebuah bangsa. Sebagai contoh akibat penyalahgunaan psikotropika, seperti
penggunaan ecstasy dapat menyebabkan
terjadi kelelahan, mimpi buruk pada malam hari, makan berlebihan, mudah sedih,
putus asa, sampai akhirnya bunuh diri.
Atas dasar itulah peredaran dan
penyalahgunaan psikotropika menjadi kian marak, ditambah lagi dengan banyaknya
kelompok dan orang- orang yang ingin memperoleh keuntungan dengan cepat dan
menjadikan peredaran serta perdagangan secara gelap psikotropika, dengan segala
bentuknya sebagai jalan pintas memperoleh kekayan secara instant.
Perdagangan gelap ini dilakukan oleh
organisasi kejahatan yang bersifat internasional, yang sangat rapi, cepat,
dinamis, bersifat rahasia, dengan modus operandi dan teknologi canggih dengan
melibatkan perputaran dana yang besar termasuk pengamanan hasil-hasilnya.
Bahkan diantaranya sampai memiliki pasukan pengawal bersenjata yang terlatih,
profesional, dan mampu bertahan menghadapi kekuatan hukum pemerintahan yang
resmi dari suatu Negara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar