Rabu, 13 Maret 2013

Kejahatan dalam prespektif Sosiologi


 Kejahatan

Sosiolog berpendapat bahwa kejahatan disebabkan karena kondisi-kondisi dan proses-proses sosial yang sama, yang menghasilkan perilaku-perilaku sosial lainnya. Analisis terhadap kondisi dan proses-proses tersebut menghasilkan dua kesimpulan, yaitu pertama terdapat hubungan antara variasi angka kejahatan dengan variasi organisasi-organisasi sosial dimana kejahatan tersebut terjadi. Tinggi rendahnya angka kejahatan berhubungan erat dengan bentuk-bentuk dan organisasi-organisasi sosial di mana kejahatan tersebut terjadi. Maka, angka-angka kejahatan masyarakat, golongan-golongan masyarakat dan kelompok-kelompok sosial mempunyai hubungan dengan kondisi-kondisi dan proses-proses. Misalnya, gerakan sosial, persaingan serta pertentangan kebudayaan, ideologi politik, agama, ekonomi dan seterusnya.
Kedua, para sosiolog berusaha untuk menentukan proses-proses yang menyebabkan seseorang menjadi penjahat. Analisis ini bersifat sosial psikologis. Beberapa orang ahli menekankan pada beberapa bentuk proses seperti imitasi, pelaksana peranan sosial, asosiasi diferensial, kompensasi, identifikasi, konsepsi diri pribadi (selfconception) dan kekecewaan yang agresif sebagai proses-proses yang menyebabkan seseorang menjadi penjahat. Sehubungan dengan pendekatan sosiologis tersebut diatas, dapat dikemukakan teori-teori sosiologis tentang prilaku jahat. Salah satu diantara sekian teori-teori tersebut adalah dari E.H. Sutherland yang mengatakan bahwa seseorang berperilaku jahat dengan cara yang sama dengan perilaku yang tidak jahat. Artinya, perilaku jahat dipelajari dalam interaksi dengan orang-orang lain, dan orang tersebut mendapatkan perilaku jahat sebagai hasil interaksi yang dilakukannya dengan orang-orang berperilaku dengan kecenderungan melawan norma-norma hukum yang ada. Sutherland menyebunya sebagai proses proses asosiasi yang diferensial (differential association), karena apa yang dipelajari dalam proses tersebut sebagai akibat interaksi dengan pola-pola perilaku yang jahat, berbeda dengan apa yang dipelajari dalam proses interaksi dengan pola-pola perilaku yang tidak suka pada kejahatan. Apabila seseorang menjadi jahat, maka hal itu disebabkan orang tadi mengadakan kontak dengan pola-pola perilaku jahat dan juga karena dia mengasingkan diri terhadap pola-pola perilaku yang tidak menyukai kejahatan tersebut.
Selanjutnya diakatakan bahwa bagian pokok dari pola-pola perilaku jahat tadi dipelajari dalam kelompok-kelompok kecil yang bersifat intim. Alat-alat komuniksai seperti buku, surat kabar, film, televisi, radio memberikan pengaruh-pengaruh tertentu yaitu dalam memberikan sugesti kepada orang perorangan untuk menerima atau menolak pola-pola perilaku jahat.
Sutherland (Principles of Criminology. 1960), berpendapat bahwa kelakuan yang bersifat jahat (Criminal behavior) adalah kelakuan yang melanggar Undang-Undang/hukum pidana. Bagaimanapun im-moril nya atau tidak patutnya suatu perbuatan, ia bukan kejahatan kecuali bila dilarang oleh Undang-Undang/hukum pidana.
Sutherland (1960) mencoba pula untuk memberikan defenisi dalam istilah/arti sosial (dan bukan dalam arti hukum) mengenai kejahatan. Kejahatan dalam arti ini mengandung 3 unsur :
1.      Adanya suatu nilai (value) yang diterima oleh suatu kelompok atau sebagian dari kelompok yang secara politis penting.
2.      Adanya isolasi atau adanya culture conflict pada bagian lain dari kelompok ini, sehingga anggota-anggotanyatidak atau kurang menerima nilai (value) tersebut sehingga dapat membahayakannya.
3.      Adanya suatu paksaan dari golongan yang menerima nilai tersebut terhadap golongan yang tidak menerima nilai tersebut.
Sutherland menekankan bahwa ciri pokok dari kejahatan adalah prilaku yang dilarang oleh negara karena merupakan perbuatan yang merugikan negara dan terhadap perbuatan itu negara bereaksi dengan hukuman sebagai upaya pamungkas. Dalam pengertian yuridis membatasi kejahatan sebagai perbuatan yang telah ditetapkan oleh negara sebagai kejahatan dalam hukum pidananya dan diancam dengan suatu sanksi.
Dari sudut pandang masyarakat (a crime from the social point of view). Batasan kejahatan dari sudut pandang ini memandang kejahatan sebagai setiap perbuatan yang melanggar norma-norma yang masih hidup di dalam masyarakat.
Secara sosiologis kejahatan merupakan suatu prilaku manusia yang diciptakan oleh masyarakat. Walaupun masyarakat memiliki berbagai macam perilaku yang berbeda-beda, akan tetapi ada di dalamnya bagian-bagian tertentu yang memiliki pola yang sama. Keadaan ini dimungkinkan oleh karena adanya sistem kaedah dalam masyarakat.
Gejala yang dinamakan kejahatan pada dasarnya terjadi di dalam proses dimana ada interaksi sosial antara bagian-bagian dalam masyarakat yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perumusan tentang kejahatan dengan pihak-pihak mana yang memang melakukan kejahatan.
Adapun unsur-unsur pokok untuk menyebut sesuatu perbuatan kejahatan, yaitu:
1.      Ada perbuatan yang menimbulkan kerugian (harm)
2.      Kerugian yang ada tersebut telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
3.      Harus ada perbuatan (Criminal act)
4.      Harus ada maksud jahat (Criminal intent = mens rea)
5.      Ada peleburan antara maksud jahat dan perbuatan jahat.
6.      Harus ada perbauran antara kerugian yang telah diatur di dalam KUHP dengan perbuatan.
7.      Harus ada sanksi pidana yang mengancam perbuatan tersebut.
Dari ketujuh unsur pokok tersebut, ada 3 unsur terpenting, yakni kerugian, maksud jahat, dan perbuatan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar