Kejahatan
Sosiolog
berpendapat bahwa kejahatan disebabkan karena kondisi-kondisi dan proses-proses
sosial yang sama, yang menghasilkan perilaku-perilaku sosial lainnya. Analisis
terhadap kondisi dan proses-proses tersebut menghasilkan dua kesimpulan, yaitu
pertama terdapat hubungan antara variasi angka kejahatan dengan variasi
organisasi-organisasi sosial dimana kejahatan tersebut terjadi. Tinggi
rendahnya angka kejahatan berhubungan erat dengan bentuk-bentuk dan
organisasi-organisasi sosial di mana kejahatan tersebut terjadi. Maka, angka-angka
kejahatan masyarakat, golongan-golongan masyarakat dan kelompok-kelompok sosial
mempunyai hubungan dengan kondisi-kondisi dan proses-proses. Misalnya, gerakan
sosial, persaingan serta pertentangan kebudayaan, ideologi politik, agama,
ekonomi dan seterusnya.
Kedua,
para sosiolog berusaha untuk menentukan proses-proses yang menyebabkan
seseorang menjadi penjahat. Analisis ini bersifat sosial psikologis. Beberapa
orang ahli menekankan pada beberapa bentuk proses seperti imitasi, pelaksana
peranan sosial, asosiasi diferensial, kompensasi, identifikasi, konsepsi diri
pribadi (selfconception) dan
kekecewaan yang agresif sebagai proses-proses yang menyebabkan seseorang
menjadi penjahat. Sehubungan dengan
pendekatan sosiologis tersebut diatas, dapat dikemukakan teori-teori sosiologis
tentang prilaku jahat. Salah satu diantara sekian teori-teori tersebut adalah
dari E.H. Sutherland yang mengatakan bahwa seseorang berperilaku jahat dengan
cara yang sama dengan perilaku yang tidak jahat. Artinya, perilaku jahat
dipelajari dalam interaksi dengan orang-orang lain, dan orang tersebut
mendapatkan perilaku jahat sebagai hasil interaksi yang dilakukannya dengan
orang-orang berperilaku dengan kecenderungan melawan norma-norma hukum yang
ada. Sutherland menyebunya sebagai proses proses asosiasi yang diferensial (differential association), karena apa
yang dipelajari dalam proses tersebut sebagai akibat interaksi dengan pola-pola
perilaku yang jahat, berbeda dengan apa yang dipelajari dalam proses interaksi
dengan pola-pola perilaku yang tidak suka pada kejahatan. Apabila seseorang
menjadi jahat, maka hal itu disebabkan orang tadi mengadakan kontak dengan
pola-pola perilaku jahat dan juga karena dia mengasingkan diri terhadap
pola-pola perilaku yang tidak menyukai kejahatan tersebut.
Selanjutnya
diakatakan bahwa bagian pokok dari pola-pola perilaku jahat tadi dipelajari
dalam kelompok-kelompok kecil yang bersifat intim. Alat-alat komuniksai seperti
buku, surat kabar, film, televisi, radio memberikan pengaruh-pengaruh tertentu
yaitu dalam memberikan sugesti kepada orang perorangan untuk menerima atau
menolak pola-pola perilaku jahat.
Sutherland
(Principles of Criminology. 1960),
berpendapat bahwa kelakuan yang bersifat jahat (Criminal behavior) adalah kelakuan yang melanggar Undang-Undang/hukum
pidana. Bagaimanapun im-moril nya atau tidak patutnya suatu perbuatan, ia bukan
kejahatan kecuali bila dilarang oleh Undang-Undang/hukum pidana.
Sutherland
(1960) mencoba pula untuk memberikan defenisi dalam istilah/arti sosial (dan bukan
dalam arti hukum) mengenai kejahatan. Kejahatan dalam arti ini mengandung 3
unsur :
1. Adanya
suatu nilai (value) yang diterima
oleh suatu kelompok atau sebagian dari kelompok yang secara politis penting.
2. Adanya
isolasi atau adanya culture conflict pada bagian lain dari kelompok ini,
sehingga anggota-anggotanyatidak atau kurang menerima nilai (value) tersebut sehingga dapat
membahayakannya.
3. Adanya
suatu paksaan dari golongan yang menerima nilai tersebut terhadap golongan yang
tidak menerima nilai tersebut.
Sutherland menekankan bahwa ciri pokok dari
kejahatan adalah prilaku yang dilarang oleh negara karena merupakan perbuatan
yang merugikan negara dan terhadap perbuatan itu negara bereaksi dengan hukuman
sebagai upaya pamungkas. Dalam pengertian yuridis membatasi kejahatan sebagai
perbuatan yang telah ditetapkan oleh negara sebagai kejahatan dalam hukum
pidananya dan diancam dengan suatu sanksi.
Dari sudut pandang masyarakat (a crime from the social point of view). Batasan kejahatan dari
sudut pandang ini memandang kejahatan sebagai setiap perbuatan yang melanggar
norma-norma yang masih hidup di dalam masyarakat.
Secara sosiologis kejahatan merupakan suatu prilaku
manusia yang diciptakan oleh masyarakat. Walaupun masyarakat memiliki berbagai
macam perilaku yang berbeda-beda, akan tetapi ada di dalamnya bagian-bagian
tertentu yang memiliki pola yang sama. Keadaan ini dimungkinkan oleh karena
adanya sistem kaedah dalam masyarakat.
Gejala yang dinamakan kejahatan pada dasarnya
terjadi di dalam proses dimana ada interaksi sosial antara bagian-bagian dalam
masyarakat yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perumusan tentang
kejahatan dengan pihak-pihak mana yang memang melakukan kejahatan.
Adapun unsur-unsur pokok untuk menyebut sesuatu
perbuatan kejahatan, yaitu:
1.
Ada perbuatan yang menimbulkan kerugian (harm)
2.
Kerugian yang ada tersebut telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (KUHP).
3.
Harus ada perbuatan (Criminal act)
4.
Harus ada maksud jahat (Criminal
intent = mens rea)
5.
Ada peleburan antara maksud jahat dan perbuatan jahat.
6.
Harus ada perbauran antara kerugian yang telah diatur di dalam KUHP
dengan perbuatan.
7.
Harus ada sanksi pidana yang mengancam perbuatan tersebut.
Dari ketujuh unsur pokok
tersebut, ada 3 unsur terpenting, yakni kerugian, maksud jahat, dan perbuatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar