Penangkapan dan Penahanan
1. Penangkapan
Penangkapan merupakan
bagian dan perhatian yang serius, karena penangkapan, penahanan, penggeledahan
merupakan hak dasar atau hak asasi manusia dampaknya sangat luas bagi kehidupan
yang bersangkutan maupun keluarganya. Definisi penangkapan menurut Pasal 1
butir 20 KUHAP adalah “suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara
waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna
kepentingan penyidikan atau penuntutan dan atau peradilan.
Jangka waktu penangkapan
hanya berlaku paling lama untuk jangka waktu 1 hari (24 jam). Sebelum
dilakukan suatu penangkapan oleh pihak kepolisian maka terdapat syarat materiil
dan syarat formil yang harus dipenuhi terlebih dahulu. Yang dimaksud dengan
syarat materiil adalah adanya suatu bukti permulaan yang cukup bahwa terdapat
suatu tindak pidana. Sedangkan syarat formil adalah adanya surat tugas, surat
perintah penangkapan serta tembusannya. Apabila dalam waktu lebih dari 1 x 24
jam, tersangka tetap diperiksa dan tidak ada surat perintah untuk melakukan
penahanan, maka tersangka berhak untuk segera dilepaskan.
Perintah penangkapan
menurut ketentuan Pasal 17 KUHAP dilakukan terhadap seorang yang diduga keras melakukan
tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup. Berdasarkan penjelasan
Pasal 17 KUHAP, definsi dari “bukti permulaan yang cukup” ialah bukti permulaan
untuk menduga adanya tindak pidana sesuai dengan ketentuan Pasal 1 butir .Pasal
ini menunjukan bahwa perintah penagkapan tidak dapat dilakukan dengan
sewenang-wenang, tetapi ditujukan kepada mereka yang betul-betul melakukan
tindak pidana.
2. Penahanan
Penahanan
sebagaimana dijelaskan dalam ketentuan Pasal 1 butir 21 KUHAP adalah penempatan
tersangka atau terdakwa ditempat tertentu oleh Penyidik atau Penuntut Umum atau
Hakim dengan penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur menurut
Undang-undang ini. Pada prinsipnya penahanan adalah pembatasan kebebasan
bergerak seseorang yang merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia yang
harusnya dihormati dan dilindungi oleh negara.
Penahanan yang dilakukan terhadap tersangka/terdakwa oleh pejabat
yang berwenang dibatasi oleh hak-hak tersangka/terdakwa dan peraturan-peraturan
yang harus dilaksanakan secara limitatif sesuai dengan ketentuan-ketentuan
dalam KUHAP. Adapun pihak-pihak yang berwenang melakukan penahanan dalam
berbagai tingkat pemeriksaan sebagaimana ketentuan Pasal 20 KUHAP antara
lain:
1.
Untuk kepentingan penyidikan,
yang berwenang melakukan penahanan adalah penyidik;
2.
Untuk kepentingan
penuntutan, yang berwenang adalah penuntut umum;
3.
Untuk kepentingan pemeriksaan
disidang Pengadilan, yang berwenang untuk menahan adalah Hakim.
4. Syarat-syarat untuk dapat
dilakukan penahanan dibagi dalam 2 syarat, yaitu:
a. Syarat Subyektif
Dinamakan syarat subyektif
karena hanya tergantung pada orang yang memerintahkan penahanan tadi, apakah
syarat itu ada atau tidak. Syarat subyektif ini terdapat dalam Pasal 21 Ayat
(1), yaitu:
1) Tersangka/terdakwa diduga keras melakukan
tindak pidana;
2) Berdasarkan bukti yang cukup;
3) Dalam
hal adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa
tersangka/terdakwa:
a) Akan
melarikan
diri
b) Merusak
atau menghilangkan barang bukti
c) Mengulangi tindak pidana.
b. Syarat
Obyektif.
Dinamakan syarat obyektif
karena syarat tersebut dapat diuji ada atau tidak oleh orang lain. Syarat obyektif ini diatur dalam Pasal 21 Ayat
(4) KUHAP yaitu:
1) Tindak pidana itu diancam dengan pidana
penjara lima tahun atau lebih;
2) Tindak
pidana yang ancaman hukumannya kurang dari lima tahun, tetapi ditentukan dalam:
a) Kitab
Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), yaitu: Pasal 282 ayat (3), Pasal 296,
Pasal 335 ayat (1) , Pasal 351 ayat (1), Pasal 353 ayat (1). Pasal 372,
Pasal 378, Pasal 379a, Pasal 453, Pasal 454, Pasal 455, Pasal
459, Pasal 480, Pasal 506;
b) Pelanggaran
terhadap Ordonantie Bea dan Cukai;
c) Pasal
1, 2 dan 4 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992 (Tindak Pidana Imigrasi) antara
lain: tidak punya dokumen imigrasi yang sah, atau orang yang memberikan
pemondokan atau bantuan kepada orang asing yang tidak
mempunyai dokumen imigrasi yang sah;
d) Tindak pidana dalam Undang-Undang Nomor 35
Tahun 2009 tentang Narkotika.
Berdasarkan uraian kedua
syarat tersebut yang terpenting adalah syarat obyektif sebab penahanan hanya
dapat dilakukan apabila syarat-syarat yang ditentukan dalam Pasal 21 Ayat (4)
KUHAP itu dipenuhi. Sedangkan syarat yang terkandung dalam Pasal 21 Ayat (1) KUAHP
biasanya dipergunakan untuk memperkuat syarat yang terkandung dalam Pasal 21 Ayat
(4) KUHAP dan dalam hal-hal sebagai alasan mengapa tersangka dikenakan
perpanjangan penahanan atau tetap ditahan sampai penahanan itu habis. Dalam
melaksanakan penahanan terhadap tersangka/ terdakwa, maka pejabat yang
berwenang menahan harus dilengkapi dengan Surat perintah penahanan dari
Penyidik, Surat perintah penahanan dari Jaksa Penuntut Umum atau Surat
penetapan dari Hakim yang memerintahkan penahanan itu.
Tersangka atau terdakwa
berhak mendapatkan Surat Perintah penahanan atau penahanan lanjutan yang
berisikan Identitas Tersangka/Terdakwa, Alasan Penahanan, Uraian Singkat
perkara kejahatan yang dipersangkakan atau didakwakan, dan Tempat dimana
Tersangka/Terdakwa ditahan. Tembusan Surat Perintah Penahanan atau Penahanan
Lanjutan atau Penetapan Hakim itu, harus diberikan kepada keluarga
Tersangka/Terdakwa.
Jenis-jenis Penahanan
yang diatur dalam Pasal 22 Ayat (1) KUHAP adalah Penahanan Rumah Tahanan
Negara, Penahanan Rumah serta Penahanan Kota. Penahanan rumah dilaksanakan di
rumah tempat tinggal atau rumah kediaman tersangka atau terdakwa dengan
mengadakan pengawasan terhadapnya untuk menghindarkan segala sesuatu yang dapat
menimbulkan kesulitan dalam penyidikan, penuntutan atau pemeriksaan di sidang
pengadilan. Sedangkan Penahanan kota dilaksanakan di kota tempat tinggal atau
tempat kediaman tersangka atau terdakwa, dengan kewajiban bagi tersangka atau
terdakwa melapor diripada waktu yang ditentukan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar