Asas-Asas Umum dalam Hukum
Pidana Indonesia
Secara teoritis, menurut Simons (P.A.F.
Lamintang, 1997: 11) menjelaskan bahwa:
“Hukum pidana
adalah ketentuan yang memuat peraturan-peraturan dan rumusan-rumusan dari
tindak pidana, peraturan mengenai syarat-syarat tentang bilamana seseorang itu
menjadi dapat dihukum, penunjukan dari orang-orang yang dapat dihukum dan
ketentuan-ketentuan mengenai hukuman-hukumannya sendiri. Jadi, hukum pidana
menentukan tentang bilamana seseorang itu dapat dihukum, siapa yang dapat
dihukum dan bilamana hukuman tersebut dapat dijatuhkan”.
Berkaitan dengan teori di atas, dalam upaya
penegakan hukum pidana di Indonesia maka dasar hukum pidana di Indonesia yang
digunakan adalah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (selanjutnya disebut KUHP) yang
merupakan dasar hukum umum dari seluruh peraturan perundang-undangan khusus.
Undang-Undang ini dijadikan landasan dalam menjerat setiap pelaku tindak
pidana.
KUHP berbeda dengan Kitab Undang-Undang
Hukun Acara Pidana (KUHAP). KUHP mengatur mengenai tindakan-tindakan yang
dilarang oleh hukum pidana dan hukumannya. Sedangkan KUHAP berisikan pedoman
yang mengatur mengenai cara aparat penegak hukum dalam mengungkapkan suatu
tindak pidana.
Sehubungan
dengan hal tersebut, maka dalam rangka memberikan perlindungan terhadap harkat
dan martabat manusia, maka asas-asas penegakan hukum yang telah dirumuskan
dalam Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang pokok kekuasaan kehakiman,
ditegaskan lagi dalam KUHP guna menjiwai setiap pasal atau ayat agar senantiasa
mencerminkan perlindungan terhadap hak asasi manusia dan penegakan hukum pidana
di Indonesia. Secara ringkas asas-asas tersebut sebagai berikut:
1. Asas legalitas
Tiada suatu perbuatan dapat dipidana, melainkan
atas kekuatan ketentuan pidana dalam perundang-undangan yang telah ada sebelum
perbuatan itu terjadi (Nullum Delictum, Nulla Poena Sine Praevia Lege
Poenali).
2. Asas Lex
Certa atau Asas Bestimmtheitsgebot
Dimaksudkan sebagai kebijakan legislasi dalam
merumuskan undang-undang harus lengkap dan jelas tanpa samar-samar (Nullum
Crimen Sine Lege Stricta) agar terwujud kepastian hukum.
3. Asas Non
Retroaktif atau Asas Lex
Temporis Delicti
Menentukan peraturan perundang-undangan tentang
tindak pidana tidak dapat diberlakukan surut (retroaktif) akan tetapi
harus bersifat prospectif.
4. Asas Nullum
Crimen, Nulla Poena Sine Lege Stricta
Tidak boleh menggunakan analogi di dalam menerapkan Undang-undang pidana.
5. Asas Nullum
Crimen, Nulla Poena Sine Lege Scripta
Bahwa untuk memidana seseorang atau badan hukum
harus berdasar atas hukum tertulis (written
law), Suatu tindak pidana harus dirumuskan terlebih dahulu dalam
Undang-undang pidana.
6. Asas Territorial
Aturan
pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap orang yang
melakukan perbuatan pidana di dalam Indonesia. Asas ini diperluas lagi bahwa
aturan pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap oarang
yang di luar Indonesia melakukan perbuatan pidana di dalam perahu Indonesia.
7. Asas Personalitas
(Nasional Aktif)
Peraturan
hukum Indonesia berlaku bagi setiap warga negara Indonesia, yang melakukan
tindak pidana baik di dalam negeri maupun di luar negeri.
8. Asas Perlindungan
(Azas Nasional Pasif)
Aturan
hukum pidana Indonesia berlaku terhadap tindak pidana yang menyerang
kepentingan umum negara Indonesia, baik itu dilakukan warga negara Indonesia
atau bukan, yang dilakukan di luar Indonesia.
9. Asas Universal
Peraturan-peraturan Hukum pidana Indonesia
berlaku terhadap tindak pidana baik itu dilakukan di dalam negeri atau di luar
negeri dan juga dilakukan oleh warga negara sendiri ataupun warga negara asing.
(P.A.F. Lamintang, 1997: 39).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar