Rabu, 13 Maret 2013

Asas-Asas Umum dalam Hukum Pidana Indonesia


Asas-Asas Umum dalam Hukum Pidana Indonesia
Secara teoritis, menurut Simons (P.A.F. Lamintang, 1997: 11) menjelaskan bahwa:
Hukum pidana adalah ketentuan yang memuat peraturan-peraturan dan rumusan-rumusan dari tindak pidana, peraturan mengenai syarat-syarat tentang bilamana seseorang itu menjadi dapat dihukum, penunjukan dari orang-orang yang dapat dihukum dan ketentuan-ketentuan mengenai hukuman-hukumannya sendiri. Jadi, hukum pidana menentukan tentang bilamana seseorang itu dapat dihukum, siapa yang dapat dihukum dan bilamana hukuman tersebut dapat dijatuhkan”.
Berkaitan dengan teori di atas, dalam upaya penegakan hukum pidana di Indonesia maka dasar hukum pidana di Indonesia yang digunakan adalah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (selanjutnya disebut KUHP) yang merupakan dasar hukum umum dari seluruh peraturan perundang-undangan khusus. Undang-Undang ini dijadikan landasan dalam menjerat setiap pelaku tindak pidana.
KUHP berbeda dengan Kitab Undang-Undang Hukun Acara Pidana (KUHAP). KUHP mengatur mengenai tindakan-tindakan yang dilarang oleh hukum pidana dan hukumannya. Sedangkan KUHAP berisikan pedoman yang mengatur mengenai cara aparat penegak hukum dalam mengungkapkan suatu tindak pidana.

Sehubungan dengan hal tersebut, maka dalam rangka memberikan perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia, maka asas-asas penegakan hukum yang telah dirumuskan dalam Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang pokok kekuasaan kehakiman, ditegaskan lagi dalam KUHP guna menjiwai setiap pasal atau ayat agar senantiasa mencerminkan perlindungan terhadap hak asasi manusia dan penegakan hukum pidana di Indonesia. Secara ringkas asas-asas tersebut sebagai berikut:
1.   Asas legalitas
Tiada suatu perbuatan dapat dipidana, melainkan atas kekuatan ketentuan pidana dalam perundang-undangan yang telah ada sebelum perbuatan itu terjadi (Nullum Delictum, Nulla Poena Sine Praevia Lege Poenali).
2.   Asas Lex Certa  atau  Asas Bestimmtheitsgebot
Dimaksudkan sebagai kebijakan legislasi dalam merumuskan undang-undang harus lengkap dan jelas tanpa samar-samar (Nullum Crimen Sine Lege Stricta) agar terwujud kepastian hukum.
3.   Asas Non Retroaktif  atau  Asas Lex Temporis Delicti
Menentukan peraturan perundang-undangan tentang tindak pidana tidak dapat diberlakukan surut (retroaktif) akan tetapi harus bersifat prospectif.
4.   Asas Nullum Crimen, Nulla Poena Sine Lege Stricta
      Tidak boleh menggunakan analogi di dalam menerapkan Undang-undang pidana.


5.   Asas Nullum Crimen, Nulla Poena Sine Lege Scripta
Bahwa untuk memidana seseorang atau badan hukum harus berdasar atas hukum tertulis (written law), Suatu tindak pidana harus dirumuskan terlebih dahulu dalam Undang-undang pidana.
6.   Asas Territorial
      Aturan pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap orang yang melakukan perbuatan pidana di dalam Indonesia. Asas ini diperluas lagi bahwa aturan pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap oarang yang di luar Indonesia melakukan perbuatan pidana di dalam perahu Indonesia.
7.   Asas Personalitas (Nasional Aktif)
      Peraturan hukum Indonesia berlaku bagi setiap warga negara Indonesia, yang melakukan tindak pidana baik di dalam negeri maupun di luar negeri.
8.   Asas Perlindungan (Azas Nasional Pasif)
      Aturan hukum pidana Indonesia berlaku terhadap tindak pidana yang menyerang kepentingan umum negara Indonesia, baik itu dilakukan warga negara Indonesia atau bukan, yang dilakukan di luar Indonesia.
9.   Asas Universal
      Peraturan-peraturan Hukum pidana Indonesia berlaku terhadap tindak pidana baik itu dilakukan di dalam negeri atau di luar negeri dan juga dilakukan oleh warga negara sendiri ataupun warga negara asing.
(P.A.F. Lamintang, 1997: 39).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar