Aliran Sesat
Sungguh Allah Ta’ala Maha Bijaksana, telah menciptakan
segala sesuatu berpasang-pasangan. Ada hitam, juga ada putih. Ada manis ada
juga pahit. Ada terang dan ada gelap. Ada kebaikan, maka ada pula keburukan.
Nah, maka jika ada jalan kebenaran, di sana pun ada jalan kesesatan.
Entah mengapa sebagian orang alergi dengan kata ‘sesat’ dan tidak mau
membahasnya. Seakan-akan bagi mereka segala sesuatu itu benar dan tidak ada
yang salah. Padahal Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam sendiri seringkali
mengisyaratkan adanya kesesatan dalam beragama dan senantiasa memperingatkan
ummat agar menjauhinya. Diriwayatkan dari sahabat Ibnu Mas’ud
radhiyallahu’anhu, ia berkata: “Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam pernah
membuat garis dengan tangannya, lalu bersabda: ‘Ini jalan yang lurus’.
Kemudian, beliau membuat beberapa garis di kanan-kirinya, lalu bersabda: ‘Ini
semua adalah jalan-jalan yang sesat, pada masing-masing jalan ini ada
setan-setan yang mengajak untuk masuk ke sana’ ” (HR. Ahmad, An Nasa’i dan Ad
Darimi. Syaikh Al Albani dalam Misykatul Mashobih mengatakan bahwa hadits ini
hasan)
Lalu apa pentingnya membahas tentang kesesatan dalam beragama? Perhatikan
sebuah syair arab nan indah, yang dapat menjawab pertanyaan ini:
“Aku mengenal keburukan bukan untuk berbuat keburukan. Namun aku mengenalnya
agar bisa menjauhinya. Karena orang yang tidak mengenal keburukan, biasanya
akan terjerumus ke dalamnya”.
Jalan Kesesatan Itu Banyak
Tentu pembaca telah mengetahui bahwa sesuatu dikatakan sesat bila ia tidak
berjalan pada jalan yang benar. Sebagaimana seorang musafir dari kota A ingin
menuju kota B namun karena salah meniti jalan ia malah sampai ke kota C. Maka
si musafir tersebut kita katakan ia telah tersesat. Demikian juga dalam
beragama, seseorang dikatakan sesat dalam beragama jika ia tidak menempuh jalan
atau metode beragama yang benar sesuai Al Qur’an, hadits dan pemahaman para
sahabat. Kesesatan dalam beragama ini memiliki probabilitas yang banyak. Dengan
kata lain, bentuk, cara dan pola kesesatan dalam beragama sangat beragam dan
sangat mungkin akan terus bertambah dari zaman ke zaman.
Sebagaimana hadits yang telah lewat bahwa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa
sallam mengisyaratkan jalan kebenaran dengan sebuah garis dan mengisyaratkan
kesesatan dengan garis yang banyak. Seolah-olah beliau ingin menyampaikan bahwa
jalan kebenaran itu hanya 1 dan jalan kesesatan itu banyak. Al Qur’anul Karim
pun menegaskan hal ini. Ketika mengabarkan tentang jalan kebenaran, Allah
Ta’ala menggunakan lafadz mufrad (tunggal), misalnya firman Allah Ta’ala (yang
artinya), “Tunjukkanlah kami shirath (jalan) yang lurus” (QS.Al Fatihah: 6). Di
sini shirathun dalam bentuk tunggal, sedangkan bentuk jamaknya adalah
shuruthun. Sebaliknya, ketika menyebutkan tentang jalan kesesatan Allah Ta’ala
selalu menggunakan lafadz jamak. Misalnya firman Allah Ta’ala (yang artinya),
“Dan janganlah kamu mengikuti subul (jalan-jalan) mereka (karena jalan-jalan
itu) akan memecah belah kamu dari jalan Allah.” (QS.Al An’am: 153). Subulun
adalah bentuk jamak dari sabiilun. Jadi, jalan kesesatan itu banyak. Sedangkan
jalan kebenaran hanyalah satu.
Ciri-ciri Aliran Sesat
Penting sekali bagi orang yang hendak menghindari aliran sesat untuk mengetahui
ciri-cirinya. Sebagaimana telah kami sampaikan bahwa kesesatan sangat beragam
dan bermacam jumlahnya, maka tidak mungkin dalam kesempatan yang terbatas ini,
kami menyampaikan semua ciri dari kesesatan yang terjadi di masa ini. Namun
akan kami paparkan beberapa ciri-ciri dari jalan kesesatan atau aliran sesat
yang ada di tanah air kita. Alhamdulillah, sebagian ciri dari aliran sesat yang
ada di tanah air kita ini telah dikemukakan oleh Majelis Ulama Indonesia yang
mengeluarkan ma’lumat tentang 10 ciri aliran sesat, yaitu:
- Mengingkari rukun iman (Iman kepada Allah, Malaikat, Kitab Suci, Rasul, Hari
Akhir, Qadha dan Qadar) dan mengingkari rukun Islam (Mengucapkan 2 kalimat
syahadah, sholat wajib 5 waktu, puasa, zakat, dan Haji)
- Meyakini dan atau mengikuti akidah yang tidak sesuai dalil syar`I (Al-Quran
dan As-Sunah);
- Meyakini turunnya wahyu setelah Al Qur’an
- Mengingkari otentisitas dan atau kebenaran isi Al Qur’an
- Melakukan penafsiran Al Quran yang tidak berdasarkan kaidah-kaidah tafsir
- Mengingkari kedudukan hadits Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam sebagai
sumber ajaran Islam
- Menghina, melecehkan dan atau merendahkan para nabi dan rasul
- Mengingkari Nabi Muhammad shallallahu ’alaihi wa sallam sebagai Nabi dan
Rasul terakhir
- Merubah, menambah dan atau mengurangi pokok-pokok ibadah yang telah
ditetapkan oleh syari’ah, seperti haji tidak ke Baitullah, shalat fardlu tidak
5 waktu
- Mengkafirkan sesama muslim tanpa dalil syar’i, seperti mengkafirkan seorang
muslim hanya karena bukan kelompoknya.
(Lihat website MUI http://www.mui.or.id/mui_in/hikmah.php?id=53)
Sepuluh poin yang dikemukakan oleh MUI ini bukan tanpa dasar, bahkan dilandasi
oleh banyak dalil dari Al Qur’an dan hadits serta bersesuaian dengan
prinsip-prinsip Ahlussunnah Wal Jama’ah. Namun tidak memungkinkan bagi penulis
untuk membahasnya secara rinci di sini. Selain itu, penulis juga merasa perlu
untuk membahas ciri-ciri lain dari aliran-aliran sesat yang berkembang di
Indonesia, di antaranya yaitu:
1. Memiliki amalan-amalan khusus yang tidak berdasar
Sebagian aliran sesat memiliki amalan-amalan tertentu yang nyeleneh. Misalnya,
ada aliran sesat yang memerintahkan pengikutnya bersetubuh di depan
pemimpinnya, atau aliran yang membolehkan shalat tanpa berwudhu, atau aliran
yang mengharuskan pengikutnya pergi mengembara (khuruj) dalam jangka waktu
tertentu. Dikatakan nyeleneh karena tidak ada dasarnya dari Al Qur’an, hadits
atau contoh dari para sahabat. Padahal Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam
melarang keras berbuat sesuatu dalam agama kecuali ada landasannya dari dalil.
Beliau shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa melakukan suatu
amalan yang bukan ajaran kami, maka amalan tersebut tertolak.” (HR. Muslim no.
1718)
2. Menjanjikan penebusan dosa dengan amalan tertentu tanpa dalil
Semua dosa terhapus dengan menyumbang infaq sebesar sekian juta kepada imam,
atau semua dosa hangus jika ikut ‘hijrah’, atau semua dosa sirna jika berhasil
mengajak sekian orang menjadi pengikut. Itulah yang dijanjikan sebagian aliran
sesat. Padahal tentunya kita semua sepakat masalah pengampunan dosa adalah
kuasa Allah Ta’ala. Jadi, perkara yang dapat menghapus dosa tentunya harus
sesuai dengan yang ditetapkan oleh Allah Ta’ala melalui Al Qur’an atau melalui
lisan Nabi-Nya shallallahu ’alaihi wa sallam. Semisal puasa Asyura’, Rasulullah
shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda, “Puasa ’Asyura’ akan menghapus dosa
setahun yang lalu.” (HR. Muslim no. 2804). Juga amal-amal kebaikan, dapat
menghapuskan dosa-dosa. Sebagaimana firman Allah Ta’ala (yang artinya),
“Sesungguhnya amal-amal kebaikan menghapuskan amal-amal keburukan” (Q.S. Huud:
114). Namun kepastian diampuni dan besarnya ampunan berpulang pada kehendak
Allah Ta’ala, sebagaimana firman-Nya (yang artinya), “Sesungguhnya Allah tidak
mengampuni dosa syirik, namun Allah mengampuni dosa selain syirik bagi siapa
yang Ia kehendaki” (Q.S. An Nisa: 48)
3. Mengajak kepada semangat kekelompokkan (hizbiyyah)
Sungguh sayang sebagian ummat Islam di masa ini gemar mengajak orang untuk
berkelompok-kelompok dalam agama. Kelompok-kelompok tersebut pun dijadikan
tolak ukur loyal dan benci (wala wal baro’). Lebih parah lagi jika ditambahi
dengan taqlid buta dengan kelompoknya. Sehingga ia mati-matian berpegang teguh
pada aturan-aturan kelompok, serta membela tokoh-tokoh kelompok meskipun
bertentangan dengan Al Qur’an dan As Sunnah. Jika demikian, mereka telah
menyimpang dari jalan yang benar. Karena Allah Ta’ala memerintahkan ummat Islam
untuk bersatu di atas kebenaran. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya),
“Berpegang teguhlah kalian pada tali Allah, dan janganlah kalian
berpecah-belah” (QS. Al Imran: 103)
4. Mengajak untuk memberontak kepada penguasa muslim
Imam Ahmad bin Hambal atau dikenal dengan Imam Hambali berkata, “(Pokok
keyakinan Ahlus Sunnah menurut kami, salah satunya adalah) tidak halalnya memerangi
penguasa muslim yang sah. Dan tidak halal bagi seorang pun untuk memberontak
kepadanya. Orang yang memberontak dan memeranginya maka ia adalah ahli bid’ah
yang telah keluar dari jalan kebenaran.” (Lihat Ushul As Sunnah). Islam
mengajarkan ummatnya agar patuh kepada penguasa, presiden, raja, perdana
menteri atau sejenisnya dan tidak memberontak, meskipun ia adalah penguasa yang
zhalim. Selama ia seorang muslim yang mengerjakan shalat. Jika ia seorang yang
zhalim, maka kewajiban rakyat adalah memberi nasehat dengan cara yang baik,
bukan memberontak dan tetap taat kepadanya pada hal-hal yang tidak bertentangan
dengan syariat.
Suatu ketika seorang sahabat, yaitu Salamah bin Yazid Al Ju’fiy bertanya kepada
Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam, “Bagaimana pendapat engkau jika
penguasa yang memerintah kami menuntut haknya namun tidak menunaikan hak kami,
apa yang engkau perintahkan kepada kami? Lalu Rasulullah shallallahu ’alaihi wa
sallam berpaling darinya, kemudian Salamah bertanya lagi kedua kali atau ketiga
kalinya. Lalu Al Asy’ats bin Qais menariknya dan Rasulullah shallallahu ’alaihi
wa sallam berkata: Patuhi dan taatilah ia, karena mereka akan menanggung
tanggung jawabnya dan kalian menanggung tanggung jawab kalian.” (HR. Muslim).
Dalam hadits lainnya, dari Hudzaifah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga
bersabda, “Dengarlah dan ta’at kepada pemimpinmu, walaupun mereka menyiksa
punggungmu dan mengambil hartamu. Tetaplah mendengar dan ta’at kepada mereka.”
(HR. Muslim)
Maka aliran-aliran yang memberontak pada pemerintah yang sah dengan mengadakan
demo, gerakan bawah tanah, menyusun pemberontakan, mencaci-maki pemerintah, ini
semua telah melanggar wasiat Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam di atas.